Menteri Perdagangan: Krisis 2008 Beda dengan Sekarang

Menteri Perdangan dan Menteri Pertanian Bahas Harga Daging Sapi
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews - Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Rabu 28 Agustus 2013, menilai bahwa keadaan perekonomian Indonesia saat ini berbeda dengan krisis yang terjadi pada beberapa tahun yang lalu.
Otorita IKN Dukung Pengembangan Ekosistem Startup di IKN

Menurut Gita, yang menjadi perbedaan adalah kondisi likuiditas yang ada di Amerika Serikat.
29 Pati TNI Naik Pangkat Satu Tingkat Lebih Tinggi, Ini Daftar Namanya

"Oh beda, (krisis) tahun 2008 itu sangat terpengaruh pada kekeringan likuiditas yang terjadi di AS. Namun, setelah 2008 bank sentral AS telah menyiramkan likuiditas yang berimbas pada pasar-pasar yang ada di luar Amerika. Dan Indonesia menjadi salah satu penerima likuiditas itu," kata Gita seusai rapat kerja Komisi VI DPR dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia di DPR RI, Jakarta.
Kronologi Pengeroyokan 4 Pria di Depan Polres Jakpus yang Dipicu Pemukulan Terhadap Anggota TNI

Selama beberapa tahun terakhir, lanjutnya, negara-negara berkembang , tak terkecuali Indonesia, mendapatkan aliran dana dari negara Paman Sam. Itulah yang membuat rupiah kemudian menguat terhadap dolar setelah krisis 2008.

Kini, lanjutnya Gita, perekonomian Amerika Serikat telah membaik dan investor dari negara tersebut mengambil uang triliunan dolar dari negara-negara berkembang yang telah menerima dana tersebut dalam beberapa tahun terakhir.

"Kalau itu yang terjadi, sangat berpengaruh pada penurunan IHSG (indeks harga saham gabungan) dan nilai tukar rupiah," ujar dia.

Selain itu, berpengaruh juga pada kebijakan moneter Indonesia. "Sekarang, aliran dana yang yang keluar dari negara-negara berkembang ternyata tidak menopang bursa saham AS.  Sebab yang menarik dana tersebut adalah bank sentral Amerika dan sebagian digunakan investor untuk surat berharga pemerintah Amerika. Mau tidak mau, itu berpengaruh ke policy fiskal kita, yaitu moneter," kata dia.

Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal itu mengatakan bahwa langkah-langkah pemerintah untuk menghadapi keadaan ini memiliki efek ke perekonomian jangka menengah dan jangka panjang.

"Saya sih, beranggapan bahwa langkah-langkah pemerintah dari sisi fiskal dan non fiskal, dari relaksasi perizinan investasi, peningkatan investasi, dan sebagainya akan sangat berpengaruh dalam jangka menengah dan jangka panjang. Kalau untuk jangka pendek, perlu kebijakan non fiskal lagi," tutur Gita. 

Perlu Diwaspadai
Sementara itu, Apindo meyakini bahwa perekonomian Indonesia saat ini tengah berada di zona hati-hati dan itu perlu diwaspadai. "Kita menuju krisis. Ini 'lampu kuning'," kata Ketua Umum Apindo, Sofjan Wanandi, pada kesempatan yang sama.

Namun, Sofjan mengatakan bahwa dirinya belum meyakini bahwa krisis yang tengah terjadi saat ini nyaris mirip dengan krisis yang terjadi pada 2008 dan belum melihat adanya bank-bank yang mulai gulung tikar. "Kalau krisis, bank-bank berjatuhan dan sekarang itu belum ada," ujarnya.

Meskipun belum seratus persen yakin bahwa perekonomian Indonesia di ambang krisis, dia berharap, yang dialami Indonesia kini tidak separah dengan krisis moneter yang terjadi pada 1998.

"(Kondisi perekonomian) kita mirip krisis dengan terjadi pada 2008, tetapi jangan sampai seperti tahun itu. Saya tidak percaya, kita sampai pada krisis 98, kalau kita serius bekerja," kata dia.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya