- Dharma
VIVAnews - Tim Pengkajian Pengaturan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi memberikan tiga opsi terhadap rencana penerapan pengaturan BBM bersubsidi.
Tim independen yang terdiri atas pakar UGM, ITB, dan UI tersebut memaparkan aspek-aspek kajiannya kepada Menteri Perekonomian, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Kepala Bappenas mengenai teknik kebijakan, pengaturan, dan pengawasan BBM bersubsidi hari ini.
Ketua Tim Pengkajian Pengaturan BBM bersubsidi, Anggito Abimanyu, mengatakan, opsi tersebut antara lain:
Pertama, kenaikan harga Premium Rp500 per liter. Sementara itu, untuk angkutan umum diberikan cash back (pengembalian), sehingga secara riil, harga Premium untuk angkutan umum tidak naik. Akibatnya, kendaraan bermotor roda dua dan mobil pribadi harus membayar biaya tambahan.
"Sebab, kendaraan umum melakukan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, karena tarif kendaraan umum diatur, sehingga mereka tidak dapat mengganti biaya yang ditetapkan," kata Anggito di Kementerian Perekonomian, Senin 7 Maret 2011.
Kedua, perpindahan konsumsi kendaraan pribadi dari BBM jenis Premium ke Pertamax. Hal itu bertujuan agar terjadi pengurangan konsumsi BBM yang selama ini dikonsumsi kendaraan pribadi. Konsumsi BBM yang beralih ke Pertamax itu mencapai tiga juta kiloliter.
Namun, berapa harga Pertamax paling fleksibel? "Paling fleksibel sekitar Rp8.000 per liter," kata Anggito.
Anggito menuturkan, harga sebesar itu diperoleh berdasarkan survei kemampuan daya beli masyarakat atau pengguna Pertamax saat ini. "Jika ingin pindah ke Pertamax, harus ada batas atasnya, semacam capping sementara," kata dia.
Ketiga, melakukan penjatahan konsumsi Premium dengan sistem kendali. Ini berlaku tidak hanya untuk angkutan umum, tetapi juga motor atau kendaraan roda dua.
Dari ketiga opsi itu, mana yang menjadi rekomendasi tim pengkajian?
Menurut Anggito, yang direkomendaskan tim adalah dengan mengombinasikan ketiga opsi itu.
Namun, untuk jangka panjang, dia mengusulkan dengan sistem penjatahan. Dengan demikian, pemerintah dapat melakukan target subsidi. "Peruntukan subsidi yang tepat sasaran dan ada jatahnya, kalau lebih mereka harus bayar," kata dia.
Ketiga opsi tersebut, Anggito melanjutkan, dapat diterapkan saat ini atau tidak tergantung dari kesiapan sistem kendali tersebut dalam memerlukan server, data base, dan infrastruktur lain.
Sementara itu, untuk masalah teknis kebijakan dan pengawasan, Anggito mengatakan akan melihatĀ faktor keuntungan dan biaya yang ditimbulkan dari opsi 1, 2, atau 3 tersebut.
Anggito menuturkan, tiga opsi itu menyumbang inflasi sebesar 0,3 hingga 0,5 persen. Namun, tidak ada efek lanjutan yang kemungkinan ditimbulkan. "Jika dilakukan pada bulan deflasi, efeknya tidak besar. Kami mengusulkan dilakukan pada bulan deflasi. Sebab, jika dilakukan pada waktu inflasi tinggi, akan terjadi ekspektasi inflasi yang cukup tinggi juga," kata dia.
Mengenai opsi mana yang akhirnya diambil, besok akan ada pembahasannya dengan Dewan Perwakilan Rakyat (art).