RUU Otoritas Jasa Keuangan Dibahas Kamis

Menteri Keuangan Agus Marto Wardojo (kanan) memaparkan alokasi dana otonomi khusus saat rapat dengan Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Senin (6/12).
Sumber :
  • ANTARA/Yudhi Mahatma

VIVAnews - Pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengalami penundaan alias molor. Sidang yang dijadwalkan Senin, 4 Juli 2011, diundur menjadi Kamis, 7 Juli 2011.

Menurut anggota DPR Komisi XI, Achsanul Qosasi, perubahan jadwal pembahasan ini disebabkan adanya keterbatasan waktu serta ketidakhadiran anggota Komisi XI dari Fraksi PPP dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Namun, dirinya yakin keterlambatan ini tidak akan mengganggu batas akhir pembahasan RUU tersebut pada 15 Juli nanti. "Bisa selesai. Rapat kali ini ditunda dan dilanjutkan pada Kamis, karena PPP dan PDI-P tidak ada," ujarnya saat ditemui di Gedung MPR-DPR, Senayan, Jakarta.

Perkembangan pembahasan RUU OJK hingga saat ini, lanjut Achsanul, sedang dibicarakan bersama pemerintah mengenai formasi dewan komisioner dalam OJK nantinya.

OJK Beberkan Kunci Hadapi Memanasnya Dinamika Ekonomi Global

Saat ini, terdapat dua pilihan mengenai struktur dewan komisioner yakni pendapat DPR yang menyatakan dewan komisioner haruslah 2-5-2 (dua dari DPR, lima independen, dan dua dari pemerintah) dan pendapat pemerintah yang menginginkan formasi 2-7 (dua ex-officio dan tujuh dari pemerintah).

"Kita sedang lobi saja yang 2-5-2 sama 2-7. Dari sisi independensi dan juga pemerintahan itu benar bahwa kalau ada ex-officio, itu harus ada penyeimbang dari DPR dua. Kalau 7-2 itu okelah, menteri tidak usah pakai voting right kemudian 14 diajukan tujuh dipilih melalui fit and proper test di DPR.

Karena ada satu maklumat di undang-undang kita ini independen dan di luar pemerintah, sehingga kalau ada wakil dari pemerintah harus diseimbangkan lagi dari DPR. Tentunya, 2-5-2 itu ideal tapi pak menteri (Menteri Keuangan) menginginkan 2-7. Kalau saya sebenarnya, dua formula itu sudah cukup, mau yang mana pun tapi harus ada titik temu lah," paparnya.

Saat ditanyai perihal independensi OJK ini nantinya, anggota DPR dari fraksi Demokrat ini menegaskan, OJK nantinya sifatnya sama dengan Bank Indonesia, yang mana merupakan lembaga pemerintah dan bagian dari pengawasan. Kewenangan OJK ini nantinya dapat melakukan peyidikan, namun tidak dapat melakukan penuntutan.

Pemprov: Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Bisa Ajukan Keberatan

"Penyidikan sudah pasti, penuntutan dibatasi. Independen itu kan ada dua, yaitu independen secara struktural dan independensi secara fungsional. Kalau independen secara strukturual itu seperti Kejaksaan Agung. Tapi ada independen secara fungsional yang fungsinya betul-betul independen seperti MK, BI, KPK," tambahnya.

Achsanul tidak khawatir, terkait masalah independensi OJK nantinya akan berbenturan dengan kepentingan Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dalam melaksanakan tugasnya. Sebab, OJK ini nantinya tidak memiliki hak seperti yang dimiliki PPATK. "Karena dia beda, finance problem hanya bisa diselesaikan dengan financial system," ujarnya.

Di lain, pihak Menteri Keuangan Agus Martowardojo menegaskan, saat ini pembahasan RUU OJK sudah mendekati akhir. Permasalahan saat ini atau yang belum mencapai kata sepakat ialah pasal tiga dalam RUU OJK, yakni mengenai struktur dewan komisioner, penunjukkan jabatan dan cara pemilihan. "Bisa dikatakan sudah 90 persen lengkap," kata dia.

Ex-Officio

Demokrat Munculkan Nama Dede Yusuf untuk Pilkada Jakarta 2024

Beberapa hal yang telah mencapai kata sepakat sejauh ini, terangnya, antara lain terkait keberadaan ex-officio pada dewan komisaris serta independensi OJK.

"Tadi itu di-confirm semua perubahannya apakah bisa diterima, dan hampir semua bisa diterima. Misalnya, dulu kan ada konsep dari pemerintah bahwa calon itu ditunjuk pemerintah dan di-confirm ke DPR, dan di-confirm itu lebih untuk menilai karakter dan rekam jejak dan catatan negatif dari individunya, kita sekarang sepakat itu bukan di-confirm tapi di-fit and proper.

Lalu kalau tadi calonnya satu ditetapkan, sekarang kita sepakat calonnya dua untuk dilakukan fit and proper oleh DPR. Semua itu sudah selesai, tinggal
3+1 tadi itu, yaitu bab penuntutan dan tiga lagi adalah struktur dewan komisioner, tata cara pemilihan dan penentuan jabatan," tutur Agus.

Sebelumnya, usulan pengajuan pembentukan OJK ini dilandasi lemahnya pengawasan BI terhadap perbankan. Namun, dari kalangan bank sentral terkesan ada upaya penolakan pengajuan RUU OJK tersebut, kendati kelemahan pengawasan BI terungkap dari banyaknya kasus bank bermasalah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya