- Vivanews/Nurcholis Anhari Lubis
VIVAnews - Badan Pusat Statistik (BPS) mencermati bahwa dalam kurun waktu Mei hingga lebaran yang bakal jatuh pada Agustus mendatang, bukanlah momentum yang tepat bagi pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo, di kantornya, Jakarta, Rabu 1 Mei 2013, menyarankan agara pemerintah memberlakukan kenaikan harga BBM bersubsidi setelah perayaan lebaran atau Idul Fitri jika ingin meredam laju inflasi. Hal ini, berdasarkan perkiraan bahwa memasuki Mei, inflasi akan mulai naik lagi.
"Bulan-bulan yang inflasinya rendah kan sudah lewat. Terakhir, ya di bulan ini (April). Tapi kalau sudah Juni, sudah persiapan puasa," ujar Sasmito.
Alasannya, Sasmito melanjutkan, harga barang-barang pokok akan mengalami penurunan usai hari raya lebaran. Selain itu, pada bulan-bulan tersebut sudah masuk musim panen kedua pada tahun ini.
"Agustus inflasinya kecil. September-Oktober berpeluang deflasi, karena puncak panen kedua juga," kata Sasmito.
Sementara itu, BPS masih menghitung dan melakukan simulasi kenaikan harga BBM bersubsidi yang diubah kembali oleh pemerintah dari dua harga menjadi satu harga.
Hasil kajian itu nanti akan dipaparkan ke Dewan Perwakilan Rakyat pada saat pembahasan kompensasi kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi.
Pembahasan ini, menurut Sasmito, bertujuan memastikan kebijakan dapat berjalan efektif dan tidak mengganggu tingkat kesejahteraan masyarakat. Segala dampak akan diperhitungkan dan dicari solusinya dengan matang oleh pemerintah. "Begitu harga BBM naik, dampak ikutannya pasti ada," kata Sasmito. (asp)