- ANTARA FOTO/Andika Wahyu
VIVAnews - Aksi jual oleh investor asing di Bursa Efek Indonesia membuat mayoritas saham anjlok pada penutupan perdagangan Kamis 20 Juni 2013. Akibatnya, indeks harga saham gabungan (IHSG) terbenam dan rontok 176,6 poin (3,68 persen) menjadi 4.629,99.
Indeks sempat terpuruk hingga level 4.619,8 selama transaksi berlangsung. Tercatat harga 264 saham jatuh dan hanya 51 saham menguat. Volume perdagangan yang dibukukan mencapai 9,1 juta lot senilai Rp6,78 triliun dengan frekuensi transaksi 180,7 ribu kali.
Hampir seluruh indeks saham sektoral melemah, dengan penurunan terbesar dialami sektor keuangan yang anjlok 5,34 persen. Hanya indeks saham sektor agrobisnis yang menguat tipis, yakni 0,16 persen.
Analis PT Panin Sekuritas Tbk, Purwoko Sartono, mengatakan, selain akibat aksi jual investor asing, kejatuhan IHSG karena pelaku pasar bereaksi negatif atas pernyataan Ketua The Fed, Ben Bernanke, mengenai risiko terhadap outlook ekonomi dan pasar tenaga kerja.
The Fed akan terus memantau perkembangan ekonomi dan tenaga kerja, serta selalu siap untuk mengurangi atau menambah pembelian surat utang sesuai kondisi yang dibutuhkan. Sementara itu, suku bunga di AS masih akan dijaga pada level 0-0,25 persen selama inflasi di bawah 2,5 persen, dan pengangguran di atas 7,5 persen.
Menurut konsensus, The Fed kemungkinan akan memperlambat pembelian surat utang pada pertemuan 29-30 Oktober mendatang menjadi US$65 miliar per bulan dari sebelumnya US$85 miliar. "Kondisi ini yang memicu pelemahan bursa global," tuturnya.
Purwoko memproyeksikan IHSG masih bergerak melemah pada perdagangan akhir pekan besok, meski tekanan jual tidak sebesar hari ini. "Kisaran support-resistance di kisaran 4.570-4.650," kata dia.
Rupiah melemah
Sementara itu, nilai tukar rupiah juga kembali melemah sore ini. Berdasarkan data kurs tengah Bank Indonesia, nilai tukar rupiah berada di level Rp9.927 per dolar AS. Sebelumnya, rupiah berada di posisi Rp9.910 per dolar AS.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Destry Damayanti, mengungkapkan, penyebab pelemahan nilai tukar hari ini akibat dampak dari keputusan Federal Reserve yang mengatakan bahwa bank sentral AS akan memperlambat pembelian obligasi secara besar-besaran tahun ini.
"Ya, lebih karena pernyataan Bernanke kemarin (Rabu waktu New York)," kata Destry kepada VIVAnews di Jakarta.
Selain faktor itu, Destry menilai, belum jelasnya waktu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, ikut memberikan sentimen negatif pada nilai tukar.