Pengusaha Makanan Minuman Heran Tarif Angkutan Naik 30%

Berburu Takzil Di Benhil
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVAnews - Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) tidak memperkirakan kenaikan tarif angkutan akan mencapai 30 persen.

Ini Dia Lift Penumpang Terbesar di Dunia, Bisa Angkut 235 Orang Sekaligus

Hal ini ditegaskan Sekretaris Jenderal Gapmmi, Franky Sibarani, dalam acara konferensi pers di Jakarta, Senin 24 Juni 2013. "Perkiraaan kami, akan ada kenaikan tarif angkutan sebesar enam persen dan maksimal hanya tujuh persen merespons kenaikan harga BBM," katanya.

Secara umum, menurut Franky, dua komponen besar dalam produksi makanan minuman (mamin) adalah bahan baku dan kemasan. Dalam produk makanan, bahan baku menyerap 50-60 persen biaya dan kemasan seperti plastik atau kardus sebesar 20-30 persen.
Pengakuan Mengejutkan Pelaku Tega Cekoki Narkoba Remaja Jaksel Hingga Tewas

Sementara itu, untuk minuman, dia melanjutkan, harga bahan bakunya lebih murah, yakni hanya 20-30 persen dari total biaya. Untuk kemasan bisa memakan biaya 40-50 persen.
Ernando Ari yang Begitu Percaya Diri

Menurut Franky, pembagian ini hampir sama dan merata di seluruh sektor industri makanan dan minuman, yakni sekitar 70-85 persen.

Untuk biaya distribusi, dia menjelaskan, yang tidak termasuk dalam komponen utama, pengaruhnya amat kecil terhadap total ongkos produksi. "Jadi, kami bisa tahu kalau naiknya harga BBM tidak memberikan dampak signifikan," katanya.

Franky mengungkapkan, pengaruh distribusi saat ini ke produk mamin hanya berkisar 0,5-2 persen. "Jadi, jika ada kenaikan harga BBM, pasti ada peningkatan biaya distribusi," tuturnya.

Walapun demikian, menurut dia, Gapmmi sudah menyepakati jika ada penyesuaian sekecil itu, tidak akan memengaruhi harga yang diterima konsumen. Sebab, biaya sebesar 0,5-2 persen dibagi lagi menjadi tiga buah, di mana masing-masing berkontribusi sebesar 30 persen.

Pembagian tersebut, adalah untuk sopir dan kenek angkutan, perawatan kendaraan, dan juga BBM. Jika kenaikan solar sebesar 22 persen, kenaikan ongkos distribusi hanya enam persen. "Jika sebesar itu, kami tidak akan menaikkan harga," katanya.

Namun, baru-baru ini, dia menjelaskan, Organda mengusulkan kenaikan tarif transportasi menjadi 22-30 persen. Kondisi ini membuat para pengusaha bingung, karena asumsi yang dibuat pengusaha menjadi berubah.

"Kami galau nih, apa yang sudah kami prediksi dan masih bisa diserap berubah. Jadi, kami harus kaji ulang lagi dari awal," katanya.

Franky berharap, pemerintah bisa membantu pengusaha untuk mengontrol kenaikan tarif transportasi tidak terlalu tinggi. Apalagi, saat ini, kondisi rupiah melemah, bahkan sempat menembus level Rp10.000 per dolar AS. (art)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya