Sumber :
- VIVAnews/ Muhamad Solihin
VIVAnews - Nilai tukar rupiah masih melemah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat. Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, Selasa 21 Agustus 2013, rupiah turun ke level Rp10.723 per dolar AS, dari perdagangan sebelumnya yang melemah dan menyentuh posisi Rp10.504/dolar AS.
Baca Juga :
Menko Airlangga Bertemu Menlu Singapura, Optimis Kerja Sama Bilateral Kedua Negara Terjalin Kuat
Bahkan, berdasarkan data Bank Central Asia, rupiah di perdagangan di posisi Rp11.300 per dolar untuk kurs jual dan Rp10.900 untuk kurs beli.
Bank sentral Indonesia seperti dikutip dari laman Wall Street Journal, memastikan bahwa mereka telah bergerak untuk mendukung rupiah yang jatuh di pasar utama Asia Tenggara.
Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo menungkapkan, untuk membantu menghentikan penurunan tersebut, bank sentral terus berada di pasar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
"Dalam dua hari terakhir ini, kami telah membeli sekitar Rp2,6 triliun (US$243 juta) obligasi pemerintah," ujarnya dalam pesan singkatnya.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti kepada VIVAnews mengungkapkan, defisit transaksi berjalan menjadi penyebab yang menekan nilai tukar rupiah.
"Tingginya impor bahan pangan baku dan pangan sebagai penyebab defisit transaksi berjalan sudah berada pada taraf memprihatinkan," ujarnya.
Untuk itu, Destry berharap agar pemerintah membuat terobosan kebijakan yang dapat memperbaiki neraca perdagangan. "Sekarang masalahnya bukan hanya sentimen, tapi lebih ke struktural. Ketahanan pangan kita rapuh, impor terus meningkat," tuturnya. (eh)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
"Tingginya impor bahan pangan baku dan pangan sebagai penyebab defisit transaksi berjalan sudah berada pada taraf memprihatinkan," ujarnya.