Pengusaha Minta Harga CNG yang Wajar

Peluncuran SPBG Pertamina Envogas
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews
Freeport Boss Meets Jokowi to Discuss Mining Contract Extension
- Untuk mengakselerasi penggunaan gas pada konsumen yang tidak terjangkau jaringan pipa gas,  pengembangan Compressed Natural Gas (CNG) harus terus ditingkatkan. Pemerintah harus menciptakan regulasi yang mendorong  para investor untuk menanamkan modalnya dalam bisnis CNG.

Hadiri Buka Puasa Partai Golkar, Prabowo-Gibran Duduk Semeja dengan Airlangga

Anggota Dewan Energi Nasional, Herman Agustiawan, Kamis 27 Maret 2014, mengatakan bahwa investor masih menunggu regulasi yang kondusif untuk investasi, karena bisnis CNG untuk transportasi saat ini cenderung kurang menguntungkan. Harga jual yang digunakan untuk transportasi di wilayah Jakarta termasuk Bogor, Bekasi, Depok dan Tangerang adalah sebesar Rp3.100 per liter Setara Premium termasuk pajak-pajak.
Jumat Agung, Presiden Jokowi Ajak Resapi Makna Pengorbanan Yesus Kristus


"Pemanfaatan CNG di sektor transportasi harus menguntungkan kedua belah pihak dalam hal ini produsen dan konsumen. Karena kalau tidak, pemanfaatan CNG di sektor transportasi tersebut tidak bisa berkembang secara signifikan dalam bauran energi nasional," ujar Herman di Jakarta.


Sementara itu, Ketua Hiswana Migas, Eri Purnomo Hadi, mengatakan bahwa kebijakan harga menjadi syarat penting bagi pengusaha untuk berkontribusi dalam rangka percepatan pemanfaatan gas di sektor transportasi. Oleh sebab itu, agar pengusaha tertarik mengembangkan usaha di bidang CNG, Hiswana Migas mengusulkan harga CNG yang lebih wajar.


"Dalam kalkulasi saya, Rp4.500 per LSP (liter setara premium) adalah harga CNG yang wajar dan dapat diterima pengusaha," kata Eri.


Menurut Eri, bagi pengusaha harga CNG Rp3.100 per LSP itu tidak menarik, bahkan cenderung merugi. Umumnya dalam bisnis struktur harga energi terdapat lima komponen yaitu, harga pokok, investasi, operational and maintenance (O&M), pajak-pajak dan margin. Kalau harga gas US$4,72/mmbtu, dengan nilai dolar Rp12.000, harga gas sudah mencapai Rp2.020/LSP. Sisanya Rp1.080 jatah yang akan dibagi untuk komponen investasi, O&M, pajak-pajak dan margin.


"Pengusaha perlu margin, untuk pengembalian investasi dalam menyediakan dispenser CNG," kata Eri.


Harapan pengusaha atas harga baru CNG disambut baik pemerintah. Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo, menyatakan Pemerintah sangat terbuka dengan usulan untuk  merevisi harga CNG menuju nilai keekonomiannya. Saat ini kementerian ESDM bersama Bappenas sedang menghitung harga CNG yang baru.


"Pemerintah tentu memahami aspirasi para pengusaha maupun konsumen," kata Susilo.


Tapi, harga yang keekonomian bukan satu-satunya masalah dalam pengembangan bisnis CNG. Harga memang akan mendorong para pengusaha untuk investasi, tetapi masih banyak aspek lain yang perlu diperhatikan terutama koordinasi antar instansi termasuk badan usaha terkait. Koordinasi tersebut dalam hal penyediaan infrastruktur, alokasi gas, dan kendaraan pengguna BBG.


"Keberadaan pasar pengguna CNG  membutuhkan 'mandatory' dari pemerintah terutama untuk kendaraan umum, agar program diversifikasi energi di sektor transportasi tersebut bisa jalan secara optimal," kata Herman.


Dalam rangka mempercepat pemanfaatan CNG untuk transportasi, PT Pertamina yang mendapat penugasan dari Pemerintah dalam mengembangkan infrastruktur, kini telah mampu menyediakan 10 SPBG online (8 sudah beroperasi)  di Jabodetabek, 1 mother station, 2 daughter station, 1 SPBG online di Jawa Timur, 1 mother station dan 3 daughter station di Palembang. Pertamina menargetkan pada tahun 2017, total jumlah infrastruktur CNG sebanyak 116 unit dengan alokasi gas 96 MMSCFD. Melalui program pemanfaatan CNG untuk transportasi ini, maka pada 2018 negara berpotensi menghemat subsidi BBM sebesar US$3,8 miliar.


"Sebagai badan usaha, Pertamina dapat mengembangkan infrastruktur CNG tanpa anggaran APBN jika didukung oleh kerangka kebijakan yang tepat," kata Vice President Engineering and Project Management PT Pertamina, Daniel Purba.


Dukungan kebijakan Pemerintah dalam mempercepat infrastruktur CNG saat sangat diperlukan agar infrastruktur yang telah tersedia dapat meningkatkan pemanfaatannya. Pertamina menilai infrastruktur SPBG yang tersedia di Jabodetabek, Jawa Timur dan Palembang pemanfaatannya belum maksimal. Hingga  Januari 2014 sejumlah SPBG yang telah beroperasi  belum mencapai target realisasi.


"Utilitas SPBG yang tersedia saat ini lebih banyak melayani Trans Jakarta. Target bisnisnya belum tercapai, karena penyediaan dan pemasangan converter kit gagal, sehingga pasar CNG masih minim," ujar Vice President Gas and Power Commercialization Pertamina, Moh. Taufik Afianto.


Selain sektor transportasi, pemanfaatan CNG juga perlu diarahkan bagi konsumen industry, karena penggunaan gas bagi industri dapat meningkatkan daya saing produk menjelang diberlakukannya pasar bebas ASEAN 2015. PT Pertamina Gas (Pertagas) sebagai anak perusahaan Pertamina saat ini telah menyelesaikan pembangun CNG Mother Station di Bitung, Banten. Infrastruktur CNG ini rencananya akan melayani konsumen industri di kawasan Bitung dan sekitarnya.  CNG Mother Station tersebut sudah memasuki tahap persiapan menuju fase komersial, yang akan memasok CNG dengan kapasitas total 4 MMSCFD. (adi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya