Kadin: RUU Halal Bentrok dengan UU Pangan

VIVAnews - Draf Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal menuai kecaman pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Pasalnya, diterbitkannya UU tersebut akan menimbulkan masalah baru.

"Salah satunya, akan bertabrakan dengan UU Pangan yang sifatnya sukarela (voluntary)," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Fiskal, Moneter dan Kebijakan Publik Haryadi B Sukamdani di Menara Kadin Jakarta, Selasa, 25 Agustus 2009.
 
Menurut Hariyadi, diperkirakan UU tersebut akan cenderung mengarah pada mandatory (wajib). "Ada beberapa fraksi yang berpandangan searah tanpa melihat konsekuensi yang akan timbul," ujarnya.
 
UU yang merupakan inisiatif dari pemerintah (Departemen Agama) akan berlaku pada empat kategori produk, yakni makanan minuman, farmasi, kosmetik, dan rekayasa genetik (GMO).
 
"Akan ada kepanikan pada satu juta pelaku usaha makanan minuman, karena akan bisa dibayangkan antriannya, belum juga biaya yang dikeluarkan," kata Hariyadi.
 
Hariyadi menambahkan, untuk mendapatkan sertifikasi halal, setidaknya membutuhkan biaya sebesar Rp 2 juta per produk.

Museum MACAN Open House sampai 21 April, Bisa Jadi Ide Hangout!

"Memang sepertinya murah mendapatkan sertifikasi, tapi untuk mendapatkannya banyak prosedur halal yang harus dipenuhi," ujar Ketua Tim Halal Kadin Soeroso Natakusuma.
 
Soeroso menuturkan, pelaku usaha harus menyediakan jaminan halal dari segi bahan baku, kompetensi pekerja, dan proses produksi yang benar dengan peralatan yang halal. "Misalnya, satu produk kosmetik harus menyediakan semua bahan baku secara halal di mana umumnya satu produk terdiri dari 50-100 jenis bahan baku," ujarnya.
 
Sementara itu, untuk membentuk kompetensi pekerja yang disyaratkan, perlu biaya tambahan untuk pendidikan dan merekrut SDM dengan kompetensi khusus. "Belum lagi harus menyiapkan peralatannya," kata Soeroso.
 
Lebih lanjut dikatakan Hariyadi, pelaku usaha khususnya UKM tidak siap untuk memenuhi proses produksi yang baik (Good Manufacturing Process) dengan keterbatasan tersebut.
 
"Selain itu, ditengarai akan ada ketidaksiapan lembaga pendukung di Indonesia termasuk lembaga sertifikasi dan lembaga audit terhadap ledakan jumlah produk yang harus disertifikasi," ujar dia.
 
Dengan demikian, akan timbul potensi tutupnya industri yang memproduksi produk non halal yang memang diperuntukkan untuk konsumen non Muslim, seperti produsen minuman alkohol.
 
Data MUI menyebutkan, dalam 11 tahun terakhir, telah diterbitkan sertifikasi halal bagi 8 ribu produk yang sebagian besar dihasilkan oleh industri besar dan menengah.
 

antique.putra@vivanews.com

Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Wira

Alasan Pengemudi Fortuner Arogan Palsukan Pelat TNI Jalani Pemeriksaan Psikologi

Polisi akan melakukan pemeriksaan terhadap psikologi PWGA, pengemudi mobil Toyota Fortuner yang pakai pelat dinas TNI palsu. Pemeriksaan tersebut dilakukan guna mendalami

img_title
VIVA.co.id
18 April 2024